Rabu, 28 Mei 2014

Pasar Seksi untuk Kampanye Capres

Media kampanye yang mulai bergeser dari media konvensional seperti baliho dan spanduk menuju media interaktif seperti media sosial, ternyata membuat kampanya kali ini menjadi berbeda. Pasalnya, jika dulu uang adalah segalanya, maka kali ini konten menjadi salah satu faktor yang sangat penting. Media sosial yang bisa saja menyapa banyak orang asal banyak disebar oleh pemakainya, tentu saja tahu benar betapa pentingnya konten itu. Dan oleh karena itu, para capres kali ini mau tak mau harus memperebutkan golongan paling seksi yang akan sangat membantu perolehan suara mereka.

Golongan kelas apakah itu? Mari kita simak berita yang kami sadur dari MediaIndonesia.com ini:



Rebutan Kelas Menengah

Oleh: Soelistijono

LEMBAGA Survei Indonesia (LSI) menilai dua pasang calon presiden(capres) saat ini harus bersaing ketat untuk merebut suara dari kalangan kelas menengah guna memenangi Pemilu Presiden (Pilpres) 2014.

''Yang menjadi rebutan mereka saat ini ialah kelas menengah kota dan muda. Sebabnya, kalang an itulah yang banyak sekali mengonsumsi informasi di media sosial sebagai sarana kampanye efektif saat ini,'' kata Direktur LSI Kuskrido Ambardi di Yogyakarta, Senin (26/5).

Pasangan capres Joko WidodoJusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, ujar Kuskrido, harus punya strategi jitu untuk merebut perhatian kelas menengah tersebut. Apalagi, sejumlah hasil survei menunjukkan elektabilitas kedua pasang capres-cawapres terpaut tipis.

''Kalau selisih Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK di bawah 10%, mereka harus mengelola perang di media sosial dengan baik, baik menghadapi kampanye yang jujur maupun kampanye yang hitam,'' kata dia.

Meski demikian, ujar Kuskrido, kampanye hitam tidak akan memiliki pengaruh besar apabila publik telah memiliki kesadaran yang baik dalam menggunakan hak pilih.

Politik uang, ujarnya, diyakini tidak akan menjadi bagian dari strategi para capres tersebut. Ia tak yakin para capres punya banyak modal untuk menjangkau seluruh pemilih di Indonesia untuk menjalankan strategi politik uang.

''Untuk pilpres, daerah pemilihan (dapil)-nya kan cuma satu, sehingga untuk menjangkau seluruh desa saja paling tidak membutuhkan dana hingga Rp36 triliun. Dua pasangan capres tidak ada yang punya dana sebesar itu. Pengusaha pun tidak punya,'' kata dia.

Politik identitas 

Di kesempatan berbeda, pengajar FISIP Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito menilai identitas suku, ras, dan agama masih menjadi komoditas untuk bersaing dalam Pilpres 2014.

''Banyak elite politik yang tidak bisa menjadi teladan karena mereka mereproduksi identitas (suku, ras, dan agama) itu untuk komoditas politik,'' kata Arie.

Menurut dia, praktik politik identitas yang kerap muncul menjelang pemilu telah menyimpang dari etika dan tujuan berdemokrasi yang sesungguhnya. Apalagi upaya itu tidak memiliki korelasi substansial terhadap kebutuhan bangsa.

Karena itu, kata dia, kini saatnya bertarung melawan kapitalisme global, bukan malah dipropaganda untuk bertarung antaragama atau identitas lainnya. ''Saya berharap ini bukan hanya sekadar pilpres, melainkan pemilihan pemimpin. Kalau memilih presiden itu gampang, tapi belum tentu presiden itu seorang pemimpin,'' kata Arie.

Saat menanggapi penilaian itu, Kuskrido memprediksi politik identitas akan memiliki pengaruh kuat di antara dua pasangan capres apabila jarak elektabilitas keduanya tidak terpaut jauh. Jika hanya berbeda tipis, politik identitas akan menjadi isu yang tidak laku dijual ke masyarakat.

''Dengan jarak 5%, kedua pasangan capres-cawapres harus bertarung keras. Dengan jarak elektabilitas yang dekat, politik identitas hanya akan memiliki efek menentukan kemenangan sebesar 12%,'' tuturnya.

Sekali lagi ia menegaskan politik identitas tidak akan berdampak signifikan apabila rata-rata pemilih telah memiliki kesadaran yang baik dalam menggunakan hak pilih masing-masing. (Ant/P-1) 

0 komentar:

Posting Komentar

    Blogger news

    Blogroll

    Categories

    Tentang Kami

    Directory berita tentang pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2014