Rabu, 25 Desember 2013

Demokrasi Prosedural yang Gagal


Selama ini, Indonesia selalu bangga dengan statusnya sebagai negara demokrasi. Namun, pertanyaan singkat, sudahkah demokrasi Indonesia berjalan dengan ideal? Jawabannya tentu berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang ideologis mana kita melihatnya. Namun, jika kita runut lebih dalam, pastilah sebagian besar jawabannya adalah: Demokrasi Indonesia sama sekali belum ideal.

Bahkan, pemilihan presiden 2014 nanti pun masih ditanggapi secara pesimistis oleh sebagian orang. Banyak kalangan menganggap kalau pemilu besok akan lebih banyak ditunggangi kepentingan daripada niat tulus untuk memajukan negeri. Benarkah? Sampai saat ini, hanya Tuhan yang tahu. Mari kita simak pembahasan mengenai demokrasi prosedural ini yang kami sadur dari Gatra.


Irman Gusman: Demokrasi Prosedural Sulit Lahirkan Pemimpin Transformatif

Jakarta, GATRAnews - Demokrasi yang prosedural tak akan mampu melahirkan pemimpin yang transformatif. Hal ini disampaikan Ketua DPD RI Irman Gusman dalam dialog kebangsaan bertajuk "Kepemimpinan Transformatif Solusi Pasca Pemilu 2014" di Universitas Multimedia Nusantara, Kamis (19/12). Irman mengatakan Pemilu 2014 adalah momentum untuk mengakhiri masa transisi yang telah berlangsung 15 tahun lamanya. Faktanya, selama 15 tahun terakhir kualitas pelaksanaan demokrasi masih lebih pada hal-hal yang prosedural, belum menyentuh persoalan yang substansial.

"Demokrasi yang dibangun masih pragmatis dan tanpa melibatkan partisipasi publik, pada akhirnya menjadi demokrasi yang prosedural," ujar Irman. Tantangan terbesar dalam mewujudkan demokrasi yang substantif adalah pola kepemimpinan transaksional yang masih mendominasi sistem pemerintahan di Indonesia. Sementara, pola kepemimpinan transaksional sulit untuk membawa Indonesia mencapai kemandirian ekonomi.

Lebih lanjut Irman Gusman mengatakan jelang pemilu 2014 adalah tantangan untuk mencari pemimpin yang transformatif, yakni pemimpin terbaik yang memang diinginkan oleh rakyat Indonesia. "Pemimpin yang transformatif adalah pemimpin visioner yang fokus menata sistem demokrasi agar memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat," kata Irman.

Senada dengan Irman Gusman, pembicara lainnya yakni Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD mengatakan kondisi Indonesia saat ini memang banyak dipenuhi oleh pemimpin transaksional, sehingga sulit untuk terjadinya perubahan. "Pemimpin transaksional dari awal rekruitmen sudah dengan cara membayar, sehingga harus berfikir bagaimana mengembalikan biaya itu," kata Mahfud. Lebih lanjut Mahfud mengatakan, apabila demokrasi berjalan dengan baik maka akan mampu menghasilkan pemimpin yang transformatif.

Sementara pengamat politik Arbi Sanit menilai, saat nya bagi generasi ke 4 yaitu kaum muda untuk memimpin bangsa. Generasi sebelumnya yang berumur 60 tahun keatas dinilai tidak layak untuk mencalonkan diri dalam Pemilu 2014 mendatang. "Bisa dilihat dari hasil survei, masyarakat lebih suka generasi ke 4 sepeti Jokowi, Mahfud MD dan Irman Gusman. Sedangkan yang berumur 60 tahun keatas, apalagi ada yang 70 tahun, sudah tidak pantas mencalonkan diri," ujar Arbi. Permasalahannya, tambah Arbi, partai politik lebih suka memajukan generasi ke tiga untuk menjadi calon Presiden. "Keributan mungkin akan terjadi disini, parpol lebih suka mengusung generasi ke tiga, sementara rakyat menginginkan generasi ke empat," ungkap Arbi. (Nhi)

0 komentar:

Posting Komentar

    Blogger news

    Blogroll

    Categories

    Tentang Kami

    Directory berita tentang pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2014